Loading

Informasi OPK

Tingkatan Data : Provinsi
Tahun pendataan : 27 September 2003
Tahun verifikasi dan validasi : 29 February 2024
Entitas kebudayaan : OPK
Kategori : Adat Istiadat

Detail OPK

Apakah Masih Digunakan? : Ya
Etnis yang Melaksanakan : Aceh
Jenis Adat Istiadat : Hubungan Antar Individu

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Adat Mawah

Mawah merupakan suatu perjanjian kerjasama dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan dan berbagai kegiatan ekonomi lainnya dalam masyarakat di Aceh. Konsep mawah pada masyarakat Aceh mempunyai kesamaan arti dengan Mudharabah atau qiradh dalam kajian fiqh. Mawah atau meudua laba, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan bagi hasil. Mawah sangat membantu dalam upaya meningkatkan pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berkeadilan sosial, melalui kerja sama pemilik modal dengan yang mengelola, dengan pembagian hasil yang lebih adil. Mawah telah dipraktekkan di Aceh sejak abad ke 16 M dan masih berlangsung hingga sekarang. Mawah banyak dijumpai dalam masyarakat pedesaan di Aceh. Praktek mawah sangat populer dalam masyarakat dan sangat membantu kehidupan ekonomi masyarakat miskin, membuka lapangan kerja, membantu masyarakat yangmempunyai lahannya tidak tergarap untuk bisa tergarap, dan meningkatkan produktifitas lahan, Dalam sistem Adat Mawah pemilik modal dan pengelola berkedudukan setara, mereka sama-sama akan menikmati hasil dan keuntungannya. Demikian juga kalau usaha mereka mengalami kegagalan atau kerugian, maka mereka sama- sama mengalami kerugian. Mawah menghasilkan keuntungan bersama dari suatu usaha yang disepakati. Keuntungannya dibagi kepada pemilik dan pengelola. Keuntungan dibagi berdasarkan prosentase sebagaimana kesepakatan/perjanjian. Mawah Tanah Sawah Pembagian hasil pada mawah tanah sawah biasanya disebut bulueng. Pembagian ini erat kaitannya dengan letak sawah, jauh dekatnya sawah dengan akses jalan, mudah tidaknya sumber air dan gangguan dari hama (babi, burung pipit, dll). Pembahagian hasil (bulueng), disepakati sebelumnya atau menurut kebiasaan yang telah ada pada kondisi tersebut. Semakin tinggi pengorbanan yang diberikan petani pengarap maka semakin besar pula porsi pembahagian hasil (bulueng) yang diperoleh. Demikian pula sebaliknya, semakin mudah dalam mengurusi tanaman/padi maka semakin kecil porsi pembagian hasil yang diperoleh. Hal ini disepakati sebelum usaha pertanian tersebut dikerjakan. Besaran bagi hasil panen padi yang diperoleh dibagi berdasarkan bulueng. Seperti bulueng lhee (bagi 3), artinya sepertiga bahagian (1/3) dari hasil panen diserahkan menjadi hak pemilik lahan/sawah dan dua bahagian (2/3) menjadi hak penggarap sawah; bulueng peut (bagi empat), artinya 1/4 dari hasil panen menjadi hak pemilik lahan dan 3/4 menjadi hak petani penggarap dan bulueng limong (bagi lima) artinya 1/5 dari hasil panen menjadi hak pemilik lahan dan 4/5 menjadi hak petani penggarap. Jangka waktu mawah tanah sawah. Perjanjian mawah tanah sawah biasanya ditentukan jangka waktunya, misalnya dua tahun, tiga tahun atau lima tahun atau sebagaimana kesepakatan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi dominasi petani penggarap terhadap lahan tanah sawah tersebut dan menghindari kesewenang-wenangan pemilik lahan untuk mengambil kembali lahan/tanah sawahnya atau mengalihkan kepada pihak lain tanpa sepengetahuan atau pemberitahuan pada penggarap pertama. Mawah binatang Ternak, Mawah binatang ternak dibedakan dalam beberapa kategori yaitu : a. Mawah Sapi/ Kerbau. Adat mawah sapi biasanya sama dengan adat mawah kerbau. Sapi jantan yang digembalakan, keuntungannya di bagi dua setelah dikurangi modal (meudua laba), misalnya modal sapi jantan Rp. 5.000.000, (lima juta rupiah). satu tahun kemudian sapi tersebut dijual dengan harga Rp. 8.000.000, (delapan juta rupiah). Keuntungan yang diperoleh Rp. 3.000.000 (Rp. 8.000.000 – Rp. 5.000.000) dibagi dua sama besar antara pemilik ternak dengan pengembala ternak. Masing-masing mendapatkan Rp 1.500.000. Sedangkan modal Rp. 5.000.000 tetap menjadi hak pemilik ternak. Pada akad perjanjian mawah anak sapi jantan yang dilahirkan pada induk sapi yang di mawahkan, perjanjian akad mawah paling cepat berumur 2 tahun atau telah ditusuk hidungnya untuk tali pengikat. Anak sapi diberi taksiran harganya dalam bentuk rupiah. Apabila suatu saat anak sapi tersebut dijual, maka keuntungan yang diperoleh juga dibagi sama antara pemilik dan peternak. Modal yang dikeluarkan oleh pemilik sapi akan dikembalikan terlebih dahulu, kemudian keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi modal dibagi dua. Pada sapi betina keuntungan yang diperoleh dari anak sapi yang digembalakan juga dibagi sama (medua laba), misalnya sapi betina itu mempunyai dua ekor anak, maka dibagi dua antara pemilik sapi dan peternak Untuk mawah sapi betina yang berusia dibawah dua tahun, maka pembagiannya bagi 4. Dalam adat mawah anak sapi pertama yang dilahirkan tersebut 3 kaki (75%) untuk pengembala dan satu kaki (25%) untuk pemilik ternak. Mawah induk sapi yang belum pernah melahirkan anak, namun dalam keadaan bunting, pembagian hasil berdasarkan perjanjian pemilik dan perternak misalnya bagi 2 (1/2 : 1/2). Apabila lahir anak sapi ke 2, ke 3, ke 4 dan seterusnya maka pembagian hasil di bagi dua antara peternak dan pemilik ternak. b. Mawah kambing/biri-biri. Keuntungan yang diperoleh dibagi sama (50% untuk peternak dan 50% untuk pemilik ternak). Pembagian hasil dilakukan pada ternak berumur 1 tahun. Misalnya kambing melahirkan dua ekor anak, maka dibagi dua antara pemilik dan peternak. Induk kambing kambing tetap menjadi hak pemilik. Apabila perjanjian mawah ternak berakhir atau peternak tidak bersedia lagi maka induk ternak dikembalikan kepada pemiliknya. c. Mawah Unggas (ayam/bebek), umumnya dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga, anak unggas yang telah berumur 6 bulan hasilnya dibagi sama 50% untuk pemilik dan 50% untuk peternak, sementara induknya tetap menjadi hak pemilik Mawah Tanah Kebun, Pemiliktanah menyerahkan tanahnya kepada pengelola untuk ditanami tanaman atau dibuka usaha lain hasilnya akan dibagi berdasarkan kesepakatan dengan pemilik tanah sesuai dengan perjanjian awal. Dalam pelaksanaan mawah kebun petani penggarap berkewajiban mengurusi kebun tersebut dengan sebaik-baiknya. Tanah kebun dan pagar harus dalam perawatan. Kewajiban penggarap untuk merawat dan membersihkan. Hasil yang diperoleh dari kebun dibagi berdasarkan kesepakatan dengan pemilik kebun. Misalnya bagi 3 atau bagi 4. Pada pembagian dibagi 3, untuk penggarap 2/3 bagian dan untuk pemilik 1/3 bagian. Mawah perikanan, Pada mawah tambak ikan/udang, pemilik tambak menyerahkan tambaknya kepada petani tambak untuk diusahakan misalnya pemeliharaan ikan atau udang. Apabila pemilik tambak mengikutsertakan modalnya dalam pemeliharaan ikan/udang seperti pembibitan, pemupukan, pemberian pakan, pemberantasan hama dll, maka pembagian hasil disepakati dengan petani tambak. Biasanya 1/3 dari keuntungan untuk petani dan 2/3 untuk pemilik tambak atau sebaliknya (tergantung perjanjian). Pada pemilik tambak yang hanya menyerahkan tambaknya tanpa menyertakan modal, tentu pembagian hasilnya berbeda dengan yang menyertakan modal. Semakin besar penyertaan modal semakin besar juga prosentase mendapatkan keuntungan. Hal ini sesuai dengan kesepakatan antara pemilik dan petani tambak.