Tingkatan Data | : | - |
Tahun pendataan | : | 24 September 2025 |
Tahun verifikasi dan validasi | : | 24 September 2025 |
Tahun penetapan | : | 24 September 2025 |
Sebaran kabupaten/kota | : | Kabupaten Aceh Selatan. |
Entitas kebudayaan | : | WBTB |
Domain WBTb UNESCO | : | Tradisi dan Ekspresi Lisan |
Kategori WBTb UNESCO | : | Bahasa |
Nama objek OPK | : | Aksara Bahasa Aceh |
Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
Kondisi sekarang | : | Masih Bertahan |
Kabupaten/Kota | : | - |
Updaya pelestarian | : | - |
Referensi | : | - |
Tanggal penerimaan formulir | : | - |
Tempat penerimaan formulir | : | - |
Nama petugas penerimaan formulir | : | - |
Nama lembaga | : | - |
Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Aksara Bahasa Aceh
Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang dihasilkan oleh alat ucap dalam bentuk sistem lambang bunyi digunakan untuk menyampaikan pesan, perasaan, pendapat kepada pihak lain. Penyampaian maksud atau pesan juga dilakukan manusia melalui tulisan dengan menggunakan aksara. Melalui sejarah panjangnya masyarakat Aceh sejak dekade masuknya Islam ke Nusantara dan ke Aceh ditandai dengan berkembangnya pusat perdagangan seperti di Passai dan Melaka sekitar abad ke 13, maka komunikasi tulisan menggunakan aksara Arab Jawi dalam berbagai dokumen. Bentuk tulisannya huruf Arab “gandul” tidak memiliki tanda baca Arab (jawi) akan tetapi bisa dibaca dalam bahasa Arab, dibaca dalam bahasa melayu dan dibaca dalam bahasa Aceh. Ketika ulama Aceh berdakwah dan melakukan relasi terutama kawasan Asia Tenggara maka aksara yang digunakan adalah abjad Arab Jawi berbahasa melayu. Terdapat sekitar 1.700 lebih naskah kuno yang tertulis dalam aksara Arab Jawi, yang saat ini tersimpan dalam Museum Aceh. Ada yang berisi tentang ilmu tauhid, adat-adat Aceh, serta hukum. Menjadikan fakta bahwa pada masa itu, hanya aksara Arab Jawi yang digunakan dalam dunia literasi Aceh. Namun pada era 1890 saat penjajahan Belanda menduduki Indonesia termasuk Aceh, literasi di Aceh mengalami perkembangan yang dikenal dengan aksara latin yang menggunakan tanda baca di atas huruf (makron) dan digunakan secara luas dalam dunia pendidikan dan media massa. Aksara ini juga dinamai ejaan snouck. Kondisi saat ini, masyarakat Aceh sehari-hari masih eksis dalam merawat bahasanya dalam penuturan lisan. Dalam bentuk tulisan menggunakan aksara Latin standar dan telah cenderung melupakan dalam hal penulisan terutama Arab Jawi. Pemerintah Aceh berupaya melestarikan, melindungi dan mengembangkan aksara Arab Jawi sebagai warisan kekayaan budaya Aceh yang sangat bernilai dan penting melalui penerbitan Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2022. Dalam Qanun dimaksud disebutkan pada BAB I Pasal 1 ayat 9 bahwa “Aksara Aceh adalah aksara yang lazim digunakan untuk menuliskan Bahasa Aceh, yaitu aksara Arab (Jawi atau Arab Melayu) dan aksara Latin. Upaya Pelestarian 1. Pendidikan dan Pengajaran Membudidayakan Aksara Daerah di Sekolah Aksara daerah dapat diajarkan sebagai muatan lokal (mulok) atau mata pelajaran tambahan di sekolah, khususnya di daerah yang memiliki aksara daerah yang unik. Pendidikan Nonformal Pelatihan dan workshop untuk masyarakat umum, terutama anak muda, juga dapat membantu melestarikan aksara daerah. Media Pembelajaran: Pembuatan buku, modul, dan media pembelajaran lainnya yang berbasis aksara daerah dapat menjadi sarana efektif untuk mengajarkan dan memperkenalkan aksara daerah. 2. Penggunaan dalam Kehidupan Sehari-hari Pemberian Nama Menggunakan aksara daerah untuk pemberian nama jalan, tempat, dan bangunan publik dapat membantu melestarikan aksara daerah dalam kehidupan sehari-hari. Media Komunikasi: Aksara daerah dapat digunakan dalam media sosial, tulisan di papan reklame, dan tulisan di berbagai media komunikasi lainnya. Seni dan Kerajinan: Aksara daerah dapat diintegrasikan dalam seni dan kerajinan, seperti batik, ukiran, dan lukisan, untuk meningkatkan nilai budaya dan estetikanya. 3. Pembentukan Komunitas Komunitas Penggemar: Pembentukan komunitas penggemar aksara daerah dapat menjadi wadah bagi masyarakat untuk belajar, berbagi, dan mengembangkan aksara daerah. Organisasi Non-Pemerintah (OKP): OKP dapat berperan dalam menyelenggarakan kegiatan pelestarian aksara daerah, seperti seminar, workshop, dan lomba 4. Dukungan Pemerintah Insentif dan Subsidi: Pemerintah dapat memberikan insentif dan subsidi kepada individu atau kelompok yang terlibat dalam pelestarian aksara daerah. Pengembangan Infrastruktur: Pemerintah dapat mengembangkan infrastruktur yang mendukung pelestarian aksara daerah, seperti perpustakaan digital yang menyimpan naskah-naskah kuno dan bahan-bahan pembelajaran. Penerapan Kebijakan Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang mendukung pelestarian aksara daerah, seperti penggunaan aksara daerah dalam dokumen resmi dan kegiatan pemerintahan. Referensi (ditulis sumber secara lengkap nama penulis, tahun, judul buku, tempat terbit, penerbit, naskah kuno, prasasti, sumber lisan/nama pelaku (saksi sejarah) yang masih hidup, usia, dan lainnya): Muhammad Ridha Ridwan, dkk. 2016. PENGEMBANGAN KONSEP AKSARA ACEH SEBAGAI METODE PENULISAN BAKU BAHASA ACEH. Bandung, ITB (Institut Teknologi Bandung) Tengku Abdullah Sakti. 2011. PERKEMBANGAN DAN PELESTARIAN MANUSKRIP ARAB MELAYU DI ACEH. Banda Aceh. Jurnal Sejarah CITRA LEKHA Vol. XVI, No.2 Agustus 2011: 19-30