Tingkatan Data | : | - |
Tahun pendataan | : | 24 September 2025 |
Tahun verifikasi dan validasi | : | 24 September 2025 |
Tahun penetapan | : | 24 September 2025 |
Sebaran kabupaten/kota | : | Kabupaten Aceh Selatan. |
Entitas kebudayaan | : | WBTB |
Domain WBTb UNESCO | : | Tradisi dan Ekspresi Lisan |
Kategori WBTb UNESCO | : | Bahasa |
Nama objek OPK | : | - |
Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
Kondisi sekarang | : | Masih Bertahan |
Kabupaten/Kota | : | Kabupaten Aceh Selatan |
Updaya pelestarian | : | Dokumentasi, Pendidikan, Pengajaran, Penggunaan Teknologi |
Referensi | : | https://app.dapobud.kemenbud.go.id/rekomendasi/wbtb/ |
Tanggal penerimaan formulir | : | - |
Tempat penerimaan formulir | : | - |
Nama petugas penerimaan formulir | : | - |
Nama lembaga | : | - |
Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Bahasa jamee
Suku Aneuk Jamee adalah salah satu suku yang tersebar di sepanjang pesisir barat Nanggroe Aceh darussasalam dari segi bahasa, bahasa, aneuk jamee di perkirakan masih merupakan dialek dari bahasa minang kabau dan menurut cerita mereka memang bersal dari ranah minang . Orang aceh menyebut mereka sebagai aneuk jamee yang berarti tamu atau pendatang. Bahasa Yang digunakan bukan bahasa Padang lagi, tapi bahasa jamee. Mirip tapi tidak persis sama, tapi kalau daerah kluet selatan hampir semua masyarakat bisa berbahasa Aneuk Jamee. Dalam kajian Linguistik umum bahasa, baik sebagai langage atau langue, lazim di defenisikan sebagai lambang bunyi yang bersifat arbiter yang digunakan manusia sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial. Bahasa dan kebudayaan Aneuk Jamee (Minangkabau) sudah berkembang di Aceh sejak suku mereka bermigrasi ke pesisir barat Aceh yang dimulai sekitar abad ke-17. dalam Adat Aceh (Zainuddin, 1961:211) menyebutkan kedatangan orang Minangkabau ke pesisir barat Aceh dimulai tatkala timbulnya Perang Padri di Minangkabau Sumatra Barat tahun 1805-1836, maka orang-orang Minangkabau menghindari diri dari malapetaka perang saudara itu dengan bermigrasi ke pantai barat Aceh. Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Aneuk Jamee disebut bahasa jamee atau jamu. Kosa kata bahasa Jamee lebih dominan dari bahasa Minangkabau daripada bahasa Aceh. Bahasa yang diucapkan oleh masing-masing penduduk di tiap kecamatan mempunyai dialek yang berbeda. Perbedaan dialek itu disebabkan oleh factor geografis dan pengaruh bahasa lain yang terdapat di daerah tersebut. Etnis Aceh yang bermukim berdekatan dengan wilayah kediaman aneuk jamee umumnya mampu berkomunikasi dalam bahasa jamee tersebut, karena mudah dipahami bahasa minangkabau bercampur Aceh menyerupai bahasa Indonesia (rumpun Melayu). Namun, bagi Aneuk Jamee, mereka kurang mengerti dan dapat menggunakan bahasa Aceh. Jika dilihat dari kecenderungan apabila orang Aceh menyapa orang Aneuk Jamee menggunakan bahasa Aneuk Jamee, sedangkan bila orang Aneuk Jamee menyapa orang Aceh akan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dipengaruhi antara lain oleh faktor rasa sungkan Aneuk Jamee jika berbicara dengan bahasa Aceh karena banyak kesalahan kosa kata, bagi orang Aceh sendiri, mereka suka mencampur-adukkan bahasa Aneuk Jamee dengan bahasa Indonesia kalau mereka tidak mengetahui kosa kata yang tepat. Setiap orang memiliki bahasa ibu begitu juga dengan kami yang tinggal di seputaran kota tapaktuan, berikut sekilas beberapa kata kata yang digunakan dalam kehidupan sehari hari , untuk panggilan anak perumpuan sering disebut “piak atau upik “ dan untuk anak laki laki “yuang, atau buyuang “ dan panggilan untuk kakak perempuan adalah “kakak, uni, unen, uniang. Sebutan untuk abang adalah “ uda, abang, bang, Untuk ayah tetap tidak ada yang berubah dan panggilan ibu adalah “ umak”. Ada kata-kata yang unik untuk mengatakan sikap bandel seseorang yang melampaui batas wajar yaitu “Mada” ini merupakan kata yang sangat kasar dan jarang di ucapkan oleh generasi sekarang maknanya tidak mendengar apa yang dikatakan orang, “Binga” merupakan kata yang mempunyai arti yang sama dengan “Mada” ini juga kasar tapi masih ada yang menggunakannya dalam berkomunikasi sehari-hari. Tindakan salah yang dilakukan berulang-ulang padahal sudah ditegur tapi tidak berhenti disebut “Ganjiye, batat”. Jika kata “Ganjiye” digabungkan dengan kata “Na” menjadi “Ganjiye na” memiliki makna sangat bandel. Kata “Yo” ditambahkan dengan kata “Ganjiye” menjadi “Yo ganjiye” akan bermakna sangat bandel juga, kata “Na” dan “Yo” pada umumnya bermakna sangat. Untuk mengungkapkan tidak rapi pada rambut menggunakan kata “Kusuwik”, pada pakaian “Ghimuak”, untuk rumah yang tidak rapi memakai kata “Baseghak”, untuk makanan yang jatuh ke lantai disebut batabuwe”. Kata marah dapat dikatakan “Beghang” ada juga yang mengatakan “Bangih”, untuk wajah yang tampak marah disebut “Sundek”, wajah saja disebut “Muko”. Selain ibu, ayah, keluarga, lingkungan seorang anak tumbuh juga sangat mempengaruhi khualitas bahasa Aneuk Jamee yang diucapkan seorang anak, adanya peran ibu atau ayah yang mengajarkan bahasa Aneuk Jamee semenjak kecil hingga besar tidak menutupi kemungkinan besar seorang anak akan fasih dalam bertutur kata dengan bahasa Aneuk Jamee meski orang tuanya memiliki bahasa ibu yang berbeda. Semoga para ibu, ayah yang ada dikota tapaktuan dan sekitarnya tetap mengajarkan bahasa Aneuk Jamee kepada anak-anaknya meski menikah dengan orang yang berbeda bahasa, walaupun zaman berubah dengan generasi yang tidak lagi sama. 2. Aspek Sosial dan fungsinya dalam masyarakat Simbol Identitas Bahasa Aneuk Jamee merupakan simbul identitas bagi masyarakat pesisir barat dan selatan aceh, pengguna bahasa ini menguatkan rasa kebersamaan dann kebanggaan terhadap warisan budaya leluhur mereka. Terciptanya aspek kekerabatan, kekeluargaan , dan kepedulian dan tolong menolong dan solidaritas Pengembangan pariwisata Bahasa ini juga dapat digunakan dalam upaya pengembangan pariwisata , dengan mempromosikan kekayaan budaya lokal kepada wisatawan dan memberikan pengalaman otentik yang unik.