Loading

Informasi WBTb

Tingkatan Data : -
Tahun pendataan : 24 September 2025
Tahun verifikasi dan validasi : 24 September 2025
Tahun penetapan : 24 September 2025
Sebaran kabupaten/kota : Kabupaten Aceh Timur.
Entitas kebudayaan : WBTB
Domain WBTb UNESCO : Seni Pertunjukan
Kategori WBTb UNESCO : -
Nama objek OPK : -

Identitas Warisan Budaya Takbenda

Wilayah atau level administrasi : Provinsi
Kondisi sekarang : Terancam Punah

Alamat Warisan Budaya Takbenda

Kabupaten/Kota : Kabupaten Aceh Timur

Deskripsi Warisan Budaya Takbenda

Updaya pelestarian : pengembangan, pemanfaatan, perlindungan
Referensi : https://app.dapobud.kemenbud.go.id/rekomendasi/wbtb/

Penerimaan Formulir Warisan Budaya Takbenda

Tanggal penerimaan formulir : -
Tempat penerimaan formulir : -
Nama petugas penerimaan formulir : -

Nama Lembaya Budaya

Nama lembaga : -

Nama SDM Kebudayaan

Nama lembaga : -

Deskripsi Singkat

WBTb

Nama Lainnya : Rapa'i Bandar Khalifah

Gampong Bandrong merupakan salah satu desa budaya yang berada di kemukiman Bandar Khalifah, Kecamatan Peureulak, Kabupaten Aceh Timur, Gampong Bandrong dikenal sebagai salah satu Gampong yang berada di kawasan Kerajaan Peureulak yang juga memiliki berbagai peninggalan warisan leluhur baik dalam bentuk Objek Pemajuan Kebudayaan dan Cagar Budaya yang sangat bernilai bagi masyarakat setempat diantaranya berupa Seni Pertunjukan Rapa’i Bandar Khalifah. Berdasarkan bahasa Rapa’i Bandar Khalifah tersusun oleh dua suku kata yaitu Rapai dan Bandar Khalifah. Adapun Rapa’i berarti alat musik tradisional yang berasal dari Aceh yang terbuat dari kayu pilihan, rotan, logam dan kulit kambing, sedangkan Bandar Khalifah berarti sebuah kota Perdagangan antar bangsa seperti gujarat, Arab, Persia dan negara-negara Eropa. Awal perkembangan dan penyebaran Islam bermula dari Bandar Khalifah yang disebarkan oleh para ulama-ulama dari Persia sehingga agama islam di Asia Tenggara berkembang dan menyebar dari Bandar Khalifah yang kemudian menjadi Peureulak (TIM L’Meuriya Centre 2021). Sedangkan secara harfiah Rapa’i Bandar Khalifah dapat diartikan sebagai seni Pertunjukan rapai yang diringi oleh berbagai syair-syair bernilai syar’i seperti Saleum, zikir, selawat dan nasihat yang bertujuan untuk penyebaran syariat islam, mengumpulkan masyarakat, gotong royong dikawasan Kerajaan Peureulak dan di sekitarnya (Suriadi. SE, Muksin Alatas, S.Si , Abdul Manaf, dan Siti Aminah 2023). Menurut maestro Bapak Abdul Manaf (68 Tahun) “Rapa’i di Aceh Timur Telah ada pada pertengahan abad ke 17 yang ditampilkan secara rutin pada disetiap acara-acara penting di desa-desa di Kawasan Kerajaan Peureulak khususnya dan kabupaten Aceh Timur pada umumnya, namun seiring perkembangan zaman pelaku seni Rapai Bandar Khalifah semakin hari semakin berkurang karena kurangnya perhatian masyarakat untuk ikut melestarikan Rapa’i Bandar Khalifah ini sehingga pada saat ini pelaku Rapa’i Bandar Khalifah hanya tersisa 15 orang saja di desa Bandrong. Menurut maestro bapak Sarman (68 Tahun) berdasarkan cerita orang tuanya Tgk Hasyim (62 Tahun) dan orang tua beliau mendengarkan cerita dari orang tuanya Tgk Sadim (107 Tahun) dulu pada abad ke 17 di Kecamatan peureulak setiap Desa Ada Rapai’Bandar Khalifah pelaksanaan rapai ini awalnyanya digunakan untuk gotong royong, dakwah dan menjalankan syiar islam sebagai keuneubah endatu. Dulu pelaku Seni Pertunjukan Rapa’i Bandar Khalifah sangat banyak, seiring berjalan waktu banyak pelaku Budaya atau maestro meninggal dunia tanpa meninggalkan generasi penerus sehingga pada saat ini Cuma tinggal di desa Bandrong . Rapa’i Bandar Khalifah dimainkan oleh 13 hingga 15 orang pemain yang terdiri dari Syahi yang berjumlah 1-3 orang, dan pelaku pemukul rapai berjumlah 10 hingga 12. Syahi berperan sebagai vocal yang melantunkan berbagai jenis syair pertunjukan Rapa’i Bandar Khalifah Sedangkan pemain rapi berperan memainkan rapai atau memukul rapai dan menyauti setiap seruan radat dari syahi (Suriadi. SE, Muksin Alatas, S.Si , Abdul Manaf, dan Siti Aminah 2023). Rapa’i Bandar Khalifah menampilkan berbagai zikir, selawat, dan Nasihat. Pada penampilan Rapa’i Bandar Khalifah tidak menampilkan gerakan tari karena dinilai melanggar aturan syariat daerah stempat. Hanya menampilkan pertujukan rapai yang diiringi oleh syair dari syahi (Suriadi. SE, Muksin Alatas, S.Si , Abdul Manaf, dan Siti Aminah 2023). Adapun Syair-syair yang dimainkan sebagai berikut: 1. “Bri Saleum” yang bertujuan untuk memberikan salam dan meminta izin kepada pemilik tempat atau acara yang menggambarkan nilai kesopatan dan perhormatan. 2. “Lailahaillallah” yang bertujuan untuk mengambarkan kesyukuran atas nikmat yang Allah Berikan dan untuk menenangkan setiap jiwa-jiwa dengan mengingat Allah. 3. “Ya Habibullah Ya Rasulullah” merupakan selawat untuk Rasulullah yang bertujuan untuk mengenang perjuangan rasulullah dan mengharapkan mendapatkan Syafaatnya di Akhirat Kelak. 4. “Peuingat Kawom” merupakan lagu yang bertujuan untuk memberi nasihat kepada masyarakat agar tetap menjalankan perintah Allah dan Meninggalkan Laranganya. 5. “Reusam dan Adat” lagu ini sebagai pengigat untuk setiap masyarakat agar tidak meninggalkan adat istiadat yang ada disekitarnya. 6. “Izin Tajak Gisa Saleum Peunutop” merupakan salam penutup yang bertujuan untuk meminta izin kepada pemilik tempat dan acara untuk Kembali ke rumah masing dengan menjunjung tinggi rasa hormat dan nilai kesopanan. Menurut Bapak Abdul Manaf (68 Tahun) pada umumnya di Aceh Rapai dilaksanakan disetiap kegiatan kemasyarakatan, namun berbeda dengan yang di Aceh Timur yang dilaksanakan pada kegiatan-kegiatan keagamaan seperti Acara Haul Sultan Said Maulana Abdul Azis Syah (Raja Peureulak Pertama), Acara tradisi perkawinan seperti intat linto, tung dara baro, Sunatan Rasul, Khanduri 1 Muaharram, Khanduri Turun tanah dan setelah padi disawah dipanen sebagai bentuk syukur. Rapa’i Bandar Khalifah memiliki nilai-nilai bagi masyarakat berupa nilai ketaatan, kesopanan, kemuliaan dan keislaman. Saat ini Rapa’i Bandar Khalifah terancam punah dengan Mastro yang hanya tinggal 1 orang, dan pelaku rapai yang hanya tinggal 14 orang apabila rapai ini tidak segera ditetapkan, ditakutkan akan mengalami kepunahan karena sangat derasnya pengaruh moderenisasi dan globalisasi sehingga banyak generasi muda meninggalkan budayanya. Untuk pertunjukan Rapa’i Bandar Khalifah menggunakan baju koko dan peci yang berwarna putih yang mengambarkan kesucian dan asal rapai dari bandar khalifah, sarung yang berwarna hitam memiliki makna keteguhan dalam berdakwah. Secara spesifik Rapa’i Bandar Khalifah menurut bapak Sharman (68 Tahun) terdapat 3 perbedaan yang mendasar diantaranya sebagai berikut: 1. Jenis Bahan Rapai Adapun Jenis bahan yang digunakan pada pembuatan Rapa’i Bandar Khalifah berbeda dengan tempat lain, biasanya di tempat lain dengan menggunakan kulit lembu betina, sedangkan alat musik Rapa’i Bandar Khalifah menggunakan kulit kambing dengan ukuran kulit yang tipis, hal ini untuk menghasilkan suara yang nyaring dan keras. Sedangkan jenis bahan kayu yang digunakan untuk pembuatan alat Rapa’i seperti kayu Tualang, Merbo, Sekacang. 2. Jenis syair Adapun syair yang dilantunkan pada Rapa’i Bandar Khalifah berbeda dengan rapai di tempat lain, saleum, Lailahaillallah, Ya Habibullah Ya Rasulullah, Peuingat Kawom, Reusam dan Adat dan Izin Tajak Gisa Saleum Peunutop bandar khalifah syair-syair yang dilantunkan hanya dalam dua Bahasa yaitu Bahasa Aceh dan Bahasa Arab. 3. Proses pembuatan Proses pembuatan Rapa’i Bandar Khalifah dilakukan oleh seorang maestro yang sudah dianggap ahli oleh masyarakat, dengan cara memotong kayu dan kemudian direndam dalam lumpur selama 6-12 bulan (Kayu baloh rapai), kemudian setelah 6-12 bulan kayu ini diambil dan disimpan selama 6 bulan di tempat yang kering yang bertujuan untuk lebih kuat, awet dan kuyu rapai mengkilat, untuk kulit rapai hanya menggunakan kulit kambing pilihan seperti kambing yang sehat dan tebal kulitnya, kulit yang kambing yang sudah di bersihkan dikeringkan dengan cahaya matahari selama 3 hari dan diapikan diatas sandeng selama 3 bulan, yang bertujuan untuk menghasilkan Kulit yang kering, ketat dan kua. sedangkan untuk pemasangan pada kayu yang telah disiapkan dengan menggunakan rotan dan logam untuk merekatkan pada kayu Rapa’i.