Tingkatan Data | : | - |
Tahun pendataan | : | 24 September 2025 |
Tahun verifikasi dan validasi | : | 24 September 2025 |
Tahun penetapan | : | 24 September 2025 |
Sebaran kabupaten/kota | : | . |
Entitas kebudayaan | : | WBTB |
Domain WBTb UNESCO | : | Seni Pertunjukan |
Kategori WBTb UNESCO | : | Tarian |
Nama objek OPK | : | - |
Wilayah atau level administrasi | : | Provinsi |
Kondisi sekarang | : | Sudah Berkurang |
Kabupaten/Kota | : | - |
Updaya pelestarian | : | pengembangan, pemanfaatan, perlindungan |
Referensi | : | https://app.dapobud.kemenbud.go.id/rekomendasi/wbtb/ |
Tanggal penerimaan formulir | : | - |
Tempat penerimaan formulir | : | - |
Nama petugas penerimaan formulir | : | - |
Nama lembaga | : | - |
Nama lembaga | : | - |
WBTb
Nama Lainnya : Tari Ranub Lampuan
Tari Ranup Lampuan merupakan tari penyambutan tamu di Aceh yang berlatarkan budaya dan adat istiadat. Tari ini dianggap mempunyai kedudukan tinggi, karena mampu mengekspresikan nilai-nilai agama, sosial dan estetika yang terkandung di dalam budaya Peumulia Jamee Aceh melalui tari Ranup Lampuan. Maka dari itu, tari Ranup Lampuan disebut sebagai tari penyambutan tamu atau dalam bahasa Aceh disebut sebagai budaya Peumulia Jamee (memuliakan tamu). Tari Ranup Lampuan adalah jenis tarian Aceh yang memiliki makna filosofinya tersendiri yang dimainkan secara lembut dan lincah oleh penari wanita Aceh dalam menyampaikan atau mengekspresi- kan nilai-nilai agama, sosial, etika, estetika, dan budaya Peumulia Jamee Aceh. Fenomenal sosial dan tingkah laku masyarakat turut pula menjadi dasar pijakan penciptaan karya tari bagi para seniman tari di Aceh. Satu diantaranya adalah Yuslizar, seorang seniman tari Aceh yang telah banyak melahirkan karya tari monumental bagi masyarakat Aceh. Yuslizar adalah seorang seniman yang sangat disegani. Banyak hasil karya yang telah ia sumbangkan bagi daerahnya Provinsi Aceh. Sampai sat sekarang, diantara karya-karya tersebut secara kuantitatif telah mengalami perkembangan yang dahsyat, baik dari segi wilayah penyebaran maupun dalam bentuk pertunjukan. Yuslizar dilahirkan di Banda Aceh tanggal 23 Juli 1937. Ia merupakan salah satu putra Aceh yang mampu mengangkat citra daerahnya ke permukaan lewat karya-karya tari yang dihasilkannya. Sebagai seorang koreografer, karya-karya yang telah dilahirkannya, tidak hanya berangkat atas prakarsa dirinya sendiri. Yuslizar juga mampu menstransformasi pikiran orang lain ke dalam karya tari diluar dirinya. Ternyata kepekaannya terhadap rasa keindahan dan kemampuan motorik yangdimilikinya tersebut telah diwarisinya sejak masa kanak-kanaknya. Selanjutnya rasa dan bakat tersebut terus dipupuk dan dikembangkan di luar waktu pendidikan formal yang dilaluinya, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Bakat seninya yang begitu kuat membuat ia selalu mencari ruang dan kesempatan untuk bereksplorasi dan menimba ilmu dibidang seni. Keinginannya tersebut ditindak-lanjuti dengan mengikuti kursus-kursus tari. Pada tahun 1959 Yuslizar mendapat kesempatan untuk mengikuti kursus tari di Jakarta. Pengetahuan beragam yang ia dapatkan tersebut membuat Yuslizar menjadi seorang multiple tallent. Setiap gebrakan yang dilakukan Yuslizar lebih cenderung difokuskan pada seni tari. Setelah mengikuti kursus-kursus yang telah dikutinya tersebut sangat berpengaruh terhadap perjalan kreatifitasnya sebagai seniman tari. Dari kursus-kursus tersebut Yuslizar mendapatkan koreografi dari tari-tari yang diciptakannya Pada Tahun 1959 ia mulai menciptakan tari Ranup Lampuan. Kehadiran tari tersebut rupanya mendapat tempat di hati masyarakat dan pemerintah Aceh. Hal itu cukup beralasan karena karya di atas merupakan refleksi dari kehidupan masyarakat Aceh itu sendiri. Akhirnya pengakuan dari masyarakat dan pemerintah menempatkan dirinya sebagai koreografer Aceh yang disegani. Ranup Lampuan merupakan tari penyambutan tamu, yang bercerita tentang kebiasaan orang-orang Aceh dalam menyambut tamu. Secara koreografi tari ini menggambarkan proses gadis-gadis Aceh dalam menghidangkan sirih, mulai dari memetik lalu membungkus dan meletakkannya dalam puan sampai menyuguhkan kepada tamu yang datang. Tari ini ditarikan dalam jumlah yang ganjil oleh 5 sampai 9 penari wanita muda dengan memakai properti puan yang telah berisi beberapa lembar daun sirih yang telah dibungkus dan disusun sehingga menarik untuk kepentingan pertunjukan. Tarian yang berdurasi 3 sampai 9 menit ini pada awalnya diiringi oleh band atau orkestra, namun kemudian terjadi perubahan. Band atau orkestra yang tadinya digunakan untuk mengiring tarian tersebut, kemudian diganti dengan iringan yang dihasilkan oleh perpaduan bunyi dari alat-alat musik tradisional Aceh, Serune Kalee, Rapai, dan Gendrang. Secara umum, tari Ranup Lampuan dimainkan oleh wanita Aceh sebanyak 7 sampai 9 orang, yang terbagi dalam 1 orang bertindak sebagai penari primadona atau ratu dan sisanya sebagai penari biasa. Bentuk penyajian yang ditampilkan dalam tari Ranup Lampuan adalah dengan posisi duduk di lantai dan berdiri memanjang atau membentuk leter U, serta lengkap dengan segala atribut dan properti tariannya. Setiap gerakan dalam tari Ranup Lampuan berisikan tentang kebiasaan masyarakat Aceh yang suka memakan sirih, seperti gerakan memetik dan mengelap sirih, mengapuri sirih, memberi kapur dan pinang, sampai sirih itu selesai dibuat dan tertata dengan rapi dalam sebuah puan atau ceurana (tempat sirih). Setelah sirih tersebut selesai di buat, maka para penari dalam tari Ranup Lampuan selanjutnya mengantarkan sirih kepada para tamu sebagai wujud dari penyambutan dan memuliakan tamu atau maksud lain dari budaya Peumulia Jamee Aceh. Oleh karen itu, bentuk penyajian tari Ranup Lampuan merupakan suatu komponen dan jaringan makna simbol yang terorganisir dari sistem sosial dan budaya Aceh, sehingga bentuk penyajiannya dapat memberi konstribusi dalam berbagai nilai positif serta gambaran yang jelas tentang apa yang disampaikan terhadap setiap gerakan oleh penari dalam tari Ranup Lampuan. Tari Ranup Lampuan sebagai tari penyambutan tamu di Aceh memuatkan berbagai simbol dan atribut tari berupa pola gerakan, alat musik, tata busaha, tata rias, unsur dramatik, dan properti lainnya. Oleh karena itu, tari Ranup Lampuan ini secara instrinsik banyak menyimpan simbolis dan mampu menjadi media publikasi tari dalam pembentukan identitas budaya Aceh, yang sampai saat ini masih bertahan dan dikenal luas oleh masyarakat di dunia. Berdasarkan uraian di atas, maka terkait dengan bentuk penyajian dan gerakan tubuh wanita Aceh dalam tari Ranup Lampuan sebagai produk seni budaya Aceh. Sebuah upaya untuk memahami bagaimana penari wanita Aceh yang tergabung dalam sebuah group atau kelompok, menampilkan bentuk penyajian dan gerakan tubuhnya dalam tari Ranup Lampuan kepada para tamu. Oleh karena itu, melalui penelitian ini akan diungkapkan bentuk penyajian, gerakan tubuh wanita Aceh, dan atribut tari yang dieksplorasikan sedemikian rupa dalam tari Ranup Lampuan. Tari Ranup Lampuan diharapkan mampu mempertahankan eksistensinya sebagai tarian yang dapat mengangkat nilai-nilai budaya dan identitas Aceh di kancah lokal, nasional dan internasional